WELCOME MY NEW CONTENT

SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA SEMOGA BERMANFAAT blog ini menyajikan artikel sekitar bisnis dan BIOGRAFI penulis semoga kalian semua suka!!! JANGAN LUPA DI SUBCRIBE YA

adsense

Sunday, 28 June 2015

DESA BUDAYA SAMBORI

Wisata Budaya Desa Sambori Kab. Bima, Bagian I

Wisata Budaya di Desa Sambori Kabupaten Bima 
Oleh: M. Taufiqurrahman

Latar Belakang
Objek wisata di daerah bima cukup banyak untuk di berdayakan. Berdasarkan data dari dinas Pariwisata, terdapat 35 objek wisata di Kabupaten Bima yang tersebar di hampir seluruh kecamatan. Selain itu posisi geografis Bima yang strategis yaitu jalur persinggahan dari rute pariwisata nasional Jawa-Bali-Lombok menuju NTT menjadikan Bima memiliki potensi yang besar di bidang ekonomi dan pariwisata.
Potensi yang besar ini harus didukung oleh ketersediaan akomodasi seperti hotel dan restoran. Di Kabupaten Bima terdapat 5 buah hotel/losmen dan 15 rumah makan/restoran. Jumlah ini tergolong kecil jika dibandingkan dengan jumlah wisatawan yang berkunjung. Biasanya, wisatawan lebih memilih hotel di wilayah kota Bima yang fasilitasnya lebih lengkap.
Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 9 Tahun 2011 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2011-2031, pada pasal 5 menyebutkan Strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis pada potensi alam dan budaya; Strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis potensi alam dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h, meliputi:
  1. Mengembangkan kawasan pariwisata dengan obyek wisata unggulan;
  2. Mengelola, mengembangkan dan melestariukan peninggalan sejarah purbakala;
  3. Merevitalisasi nilai-nilai budaya serta situs/cagar budaya yang bernilai historis; dan
  4. Mengembangkan sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan.
Wisata Budaya (etnotourisme) semacam ini mendorong perekonomian rakyat di daerah yang bersangkutan dengan pemberian jasa pelayanan untuk menikmati keindahan alam dan budaya, sekaligus mengajak masyarakat setempat untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Etnotourisme tidak hanya perlu memberikan fasilitas pada wisatawan untuk menikmati pemandangan alam yang indah dari kejauhan, tetapi juga kesempatan seluas-luasnya untuk tinggal (menginap dan hidup) nyaman di tengah lingkungan yang indah itu untuk sementara waktu, agar memperoleh kesan yang mendalam tentang lingkungan setempat, tentunya lingkungan yang bersih. Peminat ekowisata kebanyakan pencinta alam (bagi wisatawan domestik) dan turis asing, yang tidak menuntut fasilitas penginapan yang mewah, makanan enak, dan hiburan malam. Mereka lebih senang ditawari penginapan di rumah penduduk (homestay), dan ingin mencicipi makanan tradisional asli daerah setempat bersama pemilik rumah.
Pengembangan pariwisata, termasuk di dalamnya wisata alam dan budaya dapat memberikan manfaat dan keuntungan, yaitu: meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperan secara aktif dalam pelestarian lingkungan dan pelestarian budaya; pertukaran latar belakang budaya yang berbeda; membuka kesempatan kerja dan berusaha; meningkatakan pendapatan masyarakat dan daerah.
Oleh Karena itu perlu direncanakan sarana dan prasarana penunjang untuk menunjang peningkatan nilai jual obyek-obyek dan kegiatan periwisata tersebut, hal ini agar tercipta stabilitas lingkungan sosial dan lingkungan alam yang akan menunjang pelaksanaan pariwisata tersebut. Misalkan dengan mewadahi produk-produk tradisional masyarakat tersebut seperti kerajinan tradisional atau tarian rakyat dengan menyediakan sarana latihan dan gedung (sanggar) festival untuk memperkenalkan dan melaksanakan pertunjukan.  

Tujuan dan Sasaran:
Untuk menciptakan destinasi dan atraksi lain dalam kegiatan wisata di Kabupaten Bima dengan mengembangkan atau menciptakan kegiatan wisata yang baru dengan konsep etnotourisme (wisata budaya), salah satu strategi yang dapat ditempuh dalam memenuhi optimalisasi tersebut adalah melalui penentuan strategi dan kebijakan untuk mengembangkan Desa Sambori sebagai desa wisata berbasis budaya. Adapun lagkah-langkah yang akan dilakukan adalah dengan tujuan :
  • Mengetahui apa saja potensi budaya masyarakat Sambori.
  • Bagaimana pola aktivitas budaya masyarakat Sambori.
  • Bagaimana Pola ruang aktivitas budaya Desa Sambori.
Sasaran yang harus dicapai dalam pengembangan wisata khususnya budaya tersebut adalah dengan mengidentifikasi komponen, aspek-aspek budaya Desa Sambori dengan cara:
  1. Inventarisasi potensi wisata adat (budaya) di Desa Sambori, meliputi tari-tarian, nyanyian, upacara adat, upacara keagamaan, permainan rakyat, souvenir atau kerajianan yang khas dari Desa Sambori.
  2. Identifikasi unsur-unsur kebudayaan masyarakat asli di Desa Sambori, dengan unsur budaya tersebut dapat memberikan suasana khas pada pola aktivitas yang akan dimunculkan dalam wisata budaya (etnoturisme).
  3. Mengklasifikasi bentuk atraksi yang ada di desa Sambori ke dalam 3 klasifikasi serupa apa yang bisa dilihat, dibeli dan yang bisa dilakukan oleh wisatawan.
  4. Pola bentuk kegiatan aktivitas wisata budaya di Desa Sambori.
  5. Pola ruang dan pola pergerakan aktivitas wisata budaya di Desa Sambori.

Analisa invenstarisasi potensi budaya di Desa Sambori
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yakni inventaris potnsi budaya masyarakat Sambori pola ruang budaya masyarakat Sambori yang ingin dimunculkan dalam laporan ini, sebelumnya perlu adanya klasifikasi potensi budaya dan ruang budaya tersebut ke dalam 3 klasifikasi yaitu something to see, something to do, something to buy

SELAYANG PANDANG LAMBITU





Selayang Pandang Lambitu

Posted by sarangge

 
 
 
 
 
Image result for SAMBORI


Lambitu adalah nama sebuah gugusan pegunungan di sisi tenggara Bima. Dalam Bahasa Bima lama, Lambitu berartiRuncing Menjulang. Di lereng gunung ini didiami oleh orang-orang –orang Donggo Ele yang menyebar mulai dari sisi utara hingga selatan yang kini menjadi desa-desa yaitu desa Tarlawi yang masuk dalam wilayah kecamatan Wawo, Desa Kuta, Desa Teta, Desa Sambori, Kaboro, dan Kaowa. Pada tahun 2006, sesuai amanat Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor  2 Tahun 2006 tentang pemekaran wilayah kecamatan Palibelo, Lambitu, Parado dan Soromandi Kabupaten Bima, Lima Desa yaitu Teta, Kuta, Sambori, Kaboro dan Kaowa masuk dalam wilayah kecamatan Lambitu.
Masyarakat yang mendiami lereng Lambitu ini adalah masyarakat yang satu yang tergabung dalam satu komunitas dan rumpun budaya yang dalam bahasa mereka dikenal dengan Rumpun Inge Ndai. Inge Ndai berarti saudara serumpun. Mereka disatukan oleh bahasa rumpun Inge Ndai, kepercayaan dan agama, keahlian, dan ketrampilan serta rasa senasib sepananggugngan sebagai Dou Donggo Ele ( Orang Dataran Tinggi Timur). Orang-orang di  gugusan pegunungan Lambitu memiliki karakteristik budaya yang berbeda dengan orang-orang Bima yang menempati hamparan lembah di sebelah timur teluk Bima maupun di wilayah lainnya.  Keunikakan budaya dan tradisi itu dapat dilihat dari cara berpakaian, atraksi kesenian, upacara adat, rumah adat, bahasa dan keyakinan. Namun sejak masa kesultanan, orang-orang Lambitu dan Donggo sudah mulai membaur dengan suku Mbojo. Mereka sudah memeluk Islam dan melakukan interaksi social dengan suku Mbojo hingga saat ini.
Secara umum kecamatan Lambitu dan Sambori berada pada ketinggian sekitar 500 sampai 700 di atas permukaan laut. Puncak tertinggi adalah pada ketinggian 700 meter di atas permukaan laut yaitu di Sambori, Sedangkan desa Kuta berada sekitar 600 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah kecamatan Lambitu adalah 5366,96 KM2. Jarak Lambitu dengan kota Bima sekitar 44,3 Km 2 dan dapat ditempuh sekitar 1  jam perjalanan darat.  Sekitar 24.488, 7  KM 2 lahan di  Lambitu merupakan Hutan Negara.755,82Hutan dan hamparan lembah. Sedangkan lahan persawahan seluas 1001 KM 2, tegalan dan kebun seluas 1018,9 Km2 dan hanya 102,7 Km2 yang dimanfaatkan sebagai lahan pekarangan.
Jumlah penduduk kecamatan Lambitu sesuai Data Statistik tahun 2009 sebanyak 5.757 Jiwa. Sedangkan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.388 KK. Sebanyak  770 KK  warga Lambitu menempati rumah sederhana, 608 KK menemnpati rumah semi permanen, dan hanya 8 KK menempati rumah permanen. Sebagian besar warga Lambitu masih menggunakan kayu bakar untuk kebutuhan memasak dan yang paling banyak adalah di desa Sambori. Sementara untuk kebutuhan air minum dan MCK warga di Lambitu masih menggunakan sumber mata air dari sungai-sungai yang mengalir di sekitar wilayah tersebut. Namun saat ini, proyek perpiaan dari PNPM PISEW turut mendukung pasokan air bersih di wilayah ini.
Sarana pendidikan di Lambitu  terdiri dari 8 Taman Kanak-Kanak, 7 SDN, 1 Madrasah Ibtidayah, 3 SLTP, 1 SMU dan 1 Madrasah Aliyah. Sedangkan sarana kesehatan baru 1 unit yaitu Puskesmas yang berada  di desa Teta, didukung keberadaan 7 posyandu yang tersebar di 5 desa. Di  Lambitu baru ada 1 orang  dokter umum, 8 orang bidan desa, 11 orang paramedic, 4 orang dukun bayi dan 4 orang dukun sunat.(Dikutip Dari “Sambori ” Alan Malingi
Merekonstruksi Sambori Sebagai Desa Wisata Budaya
Oleh: Alan Malingi *

 

 

 

 

 

 

“Sambori, Kau Bukan Dirimu Lagi“. Untaian Kalimat di itu cukuplah mewakili kondisi kekinian Sambori. Sambori hari ini sudah tidak lagi seperti yang pernah saya kunjungi semasa kecil di era tahun 70 an sampai 80 an. Uma Lengge yang dibanggakan dan menjadi Icon budaya Sambori sudah tidak ada lagi, meski Kepala Desa dan warga setempat hanya mampu menunjuk 1 unit Uma Lengge yang diyakini berusia lebih dari 300 tahun. Namun beratap Seng dan tersisih dari rumah-rumah lainnya di dusun Lengge Desa Sambori.

Ketika saya menunjukkan Ragam Tata Busana Sambori yang saya dapat dari catatan Almarhum M. Hilir Ismail, warga Sambori hanya menggeleng dan mengakui bahwa itulah ragam tata busana mereka. Tapi bagaimana menkondisikannya kembali?. Itulah tugas budaya bagi semua pihak untuk mengembalikan pakaian adat Sambori sesungguhnya. Karena secara umum yang mereka pakai jika mendapat kunjungan tamu adalah Rimpu dan pakaian adat Mbojo. Ada beberapa perbedaan antara Tata Busana Sambori dengan orang-orang di Bima dan Dompu. Ciri yang menonjol adalah pada warna yang dominan hitam dan sedikit bergaris kotak-kotak putih.
Tapi dibalik rasa kehilangan itu, ada secercah harapan membentang melihat semangat warga Sambori dan Lambitu pada umumnya menyambut rencana Pemerintah untuk menjadikan wilayah ini sebagai desa wisata budaya. Harapan dan semangat itu masih sangat besar dengan melihat sisa peradaban rumpun budaya Inge Ndai (Tarlawi, Kuta, Kaboro, Kaowa, Tata dan Sambori) seperti bahasa yang masih tetap terjaga sebagai alat komunikasi, aneka kerajinan tangan, Kesenian, tradisi dan semangat gotong royong masyarakat yang berpadu dengan keramahtamahan warga Sambori dan sekitarnya.

Setelah beberapa kali mengunjungi dan melakukan penelitian budaya di Sambori-Lambitu, saya berkesimpulan perlu merekonstruksi dan pengkondisian kembali Budaya Sambori dalam rangka mendukung rencana pengembangan Sambori sebagai Desa Budaya NTB.

1. Pakaian adat Sambori yang sudah tidak diketahui lagi oleh warganya sendiri, karena dalam catatan saya pakaian Sambori tidak sama dengan pakaian adat Mbojo pada umumnya. Contohnya, RIMPU itu bukanah pakaian Adat Sambori. Oleh karena itu, perlu diupayakan pengadaan Pakaian dan aksesories Pakaian Adat Sambori

2. Kerajianan Tradisional Sambori seperti (Waku) Lupe, Wonca, Doku, Saduku,Kula,Kaleru, Kula Baku, Tare, Tikar, Sarau, Sadopa dan lain-lain adalah daya tarik yang sangat unik bagi wisatawan. Untuk itu perlu dibentuk kelompok-kelompok usaha kerajinan dan perlu bantuan permodalan untuk terus melestarikan kreasi kerajinan ini. Kerajinan dan kreasi masyarakat Sambori bisa menjadi Souvenir bagi wisatawan yang berkunjung yang menyatu dengan bisaya masuk (Entrance Fee) yang ditetapkan setiap memasuki areal kampung Adat. Hal ini sekaligus sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat Sambori.

3. Pohon Pandan sebagai bahan baku utama seluruh kerajinan Masyarakat Sambori saat ini sudah semakin berkurang, perlu upaya pembibitan dan penanaman kembali pohon pandan di sekitar desa Sambori.

4. Model satu unit Uma Lengge yang direkonstruksi saat ini sesungguhnya tidak sama dengan prototipe Uma Lengge yang dulu, untuk itu perlu kiranya dipikirkan pembangunan Uma Lengge oleh Generasi Sambori sendiri. Konstruksi yang menjadi model saat ini hampir mirip dengan Beruga di Lombok dan Salaja kalau di Bima-Dompu. Karena sesuai tradisi pembangunan Uma Lengge diperlukan 14 jenis kayu yang ada di sekitar Sambori dan 3 jenis Tali temali yang bahannya ada di sekitar Sambori juga.

5. Areal yang telah dialokasikan untuk rencana pembangunan 15 Unit Uma Lengge perlu dipikirkan kembali karena terlalu sempit dan sulit untuk dikondisikan jika ada keinginan untuk menghidupkan kembali tradisi dan kerajinan masyarakat Sambori di areal tersebut. Karena dalam satu kompleks kampung adat perlu dipikirkan tata lingkungan secara tradisional, warga yang dipilih untuk bermukim beserta aktifitas dan tradisinya, serta satu areal yang dialokasikan untuk pementasan kesenian di tengah-tengah kampung adat itu. Alternatif tempat (areal) yang represntatif adalah di ujung timur dusun Lambitu Sambori (Sebelum turunan menuju dusun Lengge = Sambori Bawah). Atau mengkondisikan kembali pembangunan UMA LENGGE di dusun Lengge untuk ditempati kembali oleh warga.

6. Tarian dan kesenian Sambori seperti Kalero, Bela Leha, Arugele, Mpa’a Lanca dan Mpa’a Manca perlu dilestarikan dan diwadahi dalam satu Sanggar Seni Budaya Sambori.

7. Untuk menghimpun kembali Rumpun Bahasa INGE NDAI (Sambori, Kuta, Teta, kaboro, Kaowa dan Tarlawi) agar tidak punah dan ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya perlu disusun satu Kamus khusus Bahasa INGE NDAI. Penyusunan kamus ini juga diperlukan bukan saja untuk pelestarian Bahasa Sambori, tetapi diperlukan untuk penelitian-penelitian linguistic lainnya.

8. Untuk menhimpun pandangan, ide dan gagasan dari tokoh Sambori, Pemerintah setempat, dan stakeholder terkait Lambitu dan pengembangan Desa Adat Sambori, perlu diadakan sebuah seminar dengan Tajuk “ Merekonstruksi Sambori Sebagai Desa Adat “

Mendaki Sambori adalah menemukan kembali ceceran mutiara budaya yang unik serta ‘klenik’. Sambori dan sekitarnya memang telah lama menjadi obyek penelitian baik dari segi sejarah maupun antropologi. Keunikannya mengundang mata dunia untuk mengamati kiprah perjalanan tradisi dan sentuhan artistic dari peninggalan peradaban masyarakat ‘INGE NDAI’ ini.

Keunikan Sambori dan sekitarnya tentu bukan hanya pada Uma Lengge, tapi sebenarnya lebih luas dari ruang lingkup Uma Lengge itu sendiri. Sambori yang dihuni oleh orang-orang yang ramah, rendah hati dan penuh semangat, berpadu dengan tangan-tangan perempuannya yang terampil mengolah aneka kerajinan tangan tradisional adalah bukti kekayaan tak ternilai dari masyarakat ‘INGE NDAI’ ini.

Berdiri Di Lereng Sambori adalah merekam dan menemukan kembali jejak-jejak peradaban, budaya dan tradisi yang mulai memudar di tengah derasnya terpaan zaman globalisasi yang merambah relung-relung kehidupan manusia masa kini. Jejak yang tersisa itu adalah semangat kebersamaan rumpun budaya ‘INGE NDAI’, syair-syair kehidupan ‘Belaleha’, ‘Arugele’ dan ‘Kalero’. Serta semangat patriotisme dan keperkasaan dalam rancah atraksi Mpa’a Manca dan Lanca. Kerajinan dan kreasi masyarakat masih tetap terjaga dalam memproduksi peralatan hidup secara tradisional yang cukup unik dan jarang ditemukan di suku-suku lainnya juga adalah pembangkit semangat saya untuk peduli SAMBORI.

 

* Penulis adalah Pengamat Budaya Bima

Stres  merupakan kondisi yang datang sebagai bentuk tekanan diri kita dari dunia luar.tekanan  tsb macam² bisa as ajq tekanan itu mengancam ,menakutkan ,mengerikan mengkhawatirkanatau . Sifat nya melukai  dan menyakitkan yg teramat dlm .berbagai macam tekanan ini  terkadang membuat kita stres.
Hematnya ,stres sebenarnya berbahaya,namun jika stres itu berlarut² akan berimlikasi pada runtuhnya benteng psikologis yg ada dlm diri kita...! Kelemahan spikis inilah yg banyak memberikan efek buruk kepada kesehatan.kita tidak bisa menghindar dari stres karena stres sudah merupakan bagian dari hidup kita

Ketika anda diminta untuk menyiapkan presentasi atau sebuah prolog/sambutan di sebuah forum tentu anda akan menghadapi kondisi yang tidak aman semacam stres atau yg lainnya.sebagai seorang publik speaker setidaknya kita akan di hadapi tiga kali stres. Stres pertama kita alami adalah sebelum menyampaikan materi,yg kedua ketika sedang menyampaikan materi,dan stres yg ketika adalah ketika selesai menyampaikan materi.
Derajat stres ketika hendak menyampaikan materitentu berbeda².demikian juga ketika menyampaikan materi di depan audiensi,tingkat stres yg kita alami juga tergantung dari kesiapan mental kita saat menghadapi masalah ..
Apa yg harus kita lakukan saat stres?sebenarnya banyak penyikapan yg bisa kita lakukan misalnya berpikir positif.jika mengaktualisasikan pikiran positif maka akan memberikan dampak ppsitif pula dalam diri kitaagar stres tidak berlarut² dan tidak membuat kita depresi maka kita harus mengajak diri agar berfikir positif (positive thinking) dlam melihat realitas di sekeliling kita,istilahnya stres tidak selalu merujuk pada kondisi yg negatif dan kita bisa menyarahkan stres kita secara positif.stres positif adalah sebuah istilah yg dpat kita temukan dlm berbagai literatur......!!!
Semoga bermanfaat...?
MARHABAN YA RAMADHAN
salam Ma'ruf Mahmud

Marketing digital dan memanfaatkan peluangnya

  Marketing digital adalah praktik pemasaran produk atau layanan menggunakan berbagai saluran dan platform digital, seperti situs web, medi...